Acara ini dihadiri oleh berbagai peserta kunci, termasuk Kepala Departemen Diakonia HKBP, Praeses HKBP, Ketua Komisi Teologi HKBP, perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Biro Smirna HKBP, Biro Perempuan HKBP, serta berbagai unit yang terkait dengan Departemen Diakonia HKBP. Selain itu, HKBP AIDS Ministry dan anggota komunitas ODHIV juga ikut berpartisipasi dalam diskusi ini.
Sebelum dimulainya kegiatan FGD, Pdt. Jhoni Sihite, Kepala Biro Pengmas HKBP, memimpin ibadah. Setelah itu, Pdt. Debora Purada Sinaga, M.Th, Kepala Departemen Diakonia HKBP, memberikan kata sambutan. Dalam sambutannya, beliau menggarisbawahi pentingnya HKBP menjalankan praktik konseling dan tes HIV sebelum pernikahan sebagai langkah untuk mencegah penularan HIV kepada perempuan dan anak-anak. Praktik serupa telah diterapkan dalam Agama Islam dan Katolik. Harapannya, rekomendasi dari pertemuan ini dapat disampaikan pada pertemuan Pendeta sehingga program konseling dan tes HIV untuk calon pengantin dapat diterapkan di HKBP.
Dalam acara ini, berbagai isu penting telah dibahas secara mendalam melalui berbagai sesi, termasuk:
Peraturan Pemerintah Mengenai Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV Bagi Calon Pengantin
Ibu Diah, yang mewakili Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, menjelaskan urgensi dari penerapan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin. Beliau juga membahas lonjakan kasus HIV yang semakin meningkat di Sumatera Utara dan memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah pencegahan yang harus diambil. Selain itu, Ibu Diah menyoroti pentingnya pendidikan mengenai orientasi seksual yang benar.
Suara dari Komunitas ODHIV
Beberapa anggota dari komunitas ODHIV berbagi pengalaman pribadi mereka, termasuk bagaimana mereka tertular HIV dan dampaknya pada kehidupan mereka. Dua anggota komunitas yang hadir, termasuk perempuan yang tertular HIV dari pasangan mereka, berbicara tentang pengalaman mereka. Keduanya tidak menjalani konseling dan tes HIV sebelum menikah. Dalam kesempatan ini, mereka menceritakan kesulitan dan penderitaan yang mereka alami karena mereka terlambat mengetahui status kesehatan mereka. Tidak hanya mengalami gejala penyakit, suami mereka juga meninggal, menjadikan mereka janda dalam usia yang relatif muda. Selain itu, salah satu dari mereka harus menghadapi tanggung jawab menjadi orang tua tunggal bagi anaknya yang juga tertular HIV. Stigma dan diskriminasi muncul seiring dengan munculnya HIV dalam kehidupan mereka. Tentu saja, ini adalah perjalanan yang sangat sulit. Itulah yang mendorong mereka untuk berani berbicara di hadapan pemangku kepentingan gereja dan pemerintah, mendorong perlunya pendidikan tentang HIV bagi generasi muda di gereja dan perlunya konseling serta tes HIV bagi calon pengantin guna mencegah terjadinya kasus baru.
Dampak Signifikan Akibat Tidak Mengadopsi Konseling dan Tes HIV
Diakones Adha Sianturi dari HKBP AIDS Ministry membahas dampak yang berarti ketika konseling dan tes HIV tidak diterapkan. Beliau menjelaskan beberapa kasus yang melibatkan kekerasan serta stigma dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan yang hidup dengan HIV. Seringkali perempuan ini disalahkan ketika mereka ditemukan tertular HIV lebih dulu daripada suami mereka. Keluarga mengkari fakta bahwa suami mereka melakukan perilaku berisiko sebelum dan selama pernikahan. Lebih lanjut, lima puluh persen anak-anak mengalami kesulitan dalam akses pendidikan dan layanan kesehatan karena status mereka sebagai anak yang hidup dengan HIV. Di dalam presentasinya, Diacones Adha menekankan pentingnya menerapkan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin.
Mencari Dasar Teologis dan Dogma HKBP dalam Implementasi Konseling dan Tes HIV
Ketua Komisi Teologi HKBP, Pdt. Dr. Sukamto Limbong, membahas dasar teologis dalam pelaksanaan konseling dan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin. Beliau menyoroti perlunya mengadakan simposium teologi mengenai HIV AIDS dan mendukung upaya pendidikan tentang HIV di dalam gereja.
Diskusi ini menghasilkan berbagai pertanyaan dan saran, termasuk pentingnya mendidik generasi muda gereja, menyampaikan isu ini melalui program tahunan HKBP, serta bekerjasama antara gereja dan pemerintah dalam pelaksanaan konseling dan tes HIV. Peserta juga mengusulkan agar isu ini diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah minggu dan materi naik sidi serta diakui oleh HKBP sebagai isu yang harus diberikan perhatian bersama.
FGD ini ditutup dengan pembacaan rekomendasi, pemberian cendramata dari HAM, serta pengambilan foto bersama. Semua peserta berharap bahwa hasil diskusi ini akan mendorong gereja HKBP untuk segera menerapkan konseling dan tes HIV sebagai syarat untuk melangsungkan pemberkatan pernikahan
Berikut adalah beberapa saran yang diusulkan oleh peserta FGD:
1. Menggunakan pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan sebagai salah satu langkah pencegahan penyebaran HIV.
2. Mengubah persepsi masyarakat terhadap isu HIV & AIDS agar dapat dibicarakan secara lebih terbuka, dengan fokus pada pencegahan dan pengendalian HIV & AIDS.
3. Mewajibkan semua calon pelayan HKBP untuk mengikuti proses pelayanan Sosial/Diakonia HKBP untuk memahami isu-isu sosial tersebut secara mendalam.
4. Melakukan pemeriksaan HIV bagi semua calon pelayan dan pelayan HKBP melalui distrik mereka masing-masing, dengan tujuan kesehatan dan bukan untuk menciptakan stigma dan diskriminasi.
5. Mendorong kerjasama antara pemerintah dan gereja dalam menjaga kelestarian lingkungan untuk mencegah munculnya virus baru yang berkaitan dengan lingkungan.
6. Menyelenggarakan diskusi yang mendalam mengenai aspek teologis yang relevan dengan isu HIV & AIDS.
7. Menerbitkan buku panduan konseling pranikah untuk calon pengantin melalui komisi teologi HKBP.
8. Mengadakan sosialisasi di Distrik VII Samosir untuk memungkinkan anggota komunitas ODHIV memberikan kesaksian kepada peserta sosialisasi.
9. Memanfaatkan distrik yang berada di sekitar Danau Toba sebagai lokasi untuk membahas panduan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin.
10. Mengintegrasikan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS ke dalam setiap distrik melalui Kepala Bidang Diakonia.
11. Memasukkan edukasi pencegahan dan pengendalian HIV & AIDS ke dalam kurikulum sekolah minggu dan materi pendidikan seks bagi anak-anak sekolah minggu, dengan kerjasama dari Biro SMIRNA dan Pembinaan HKBP.
12. Menyediakan panduan konseling dan tes HIV bagi para pelayan dalam proses konseling calon pengantin. Gereja harus mendukung program pemerintah dalam upaya pencegahan HIV.
13. Mengeluarkan tulisan yang mengangkat isu HIV & AIDS sebagai isu yang harus diperhatikan oleh HKBP, menunjukkan bahwa HKBP AIDS Ministry adalah pelayanan yang fokus pada HIV & AIDS.
14. Menyertakan pencegahan HIV & AIDS, termasuk konseling dan tes HIV, dalam program tahunan HKBP.
15. Mengizinkan konseling pranikah secara virtual dengan kerjasama gereja tempat tinggal calon pengantin, sehingga delapan pertemuan konseling pranikah dapat diakses dengan mudah.
16. Mensosialisasikan seksualitas, pernikahan, dan seks sebagai anugerah Allah kepada remaja dan pemuda agar mereka memahami bahwa hubungan seksual seharusnya terjadi dalam pernikahan yang kudus.
17. Mendorong gereja untuk tidak melangsungkan pemberkatan pernikahan tanpa surat keterangan bahwa calon pengantin telah menjalani pemeriksaan kesehatan.
18. Menyadari bahwa konseling HIV dan pengobatan adalah bagian dari layanan kesehatan dan dukungan yang disediakan oleh pemerintah secara gratis.
19. Mengajukan bahwa persyaratan pernikahan yang ada dalam gereja, seperti ketiadaan unsur paksaan, pemenuhan usia yang tepat, dan ketiadaan hubungan saudara kandung, dapat memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, gereja harus mendukung peraturan pemerintah terkait program ini dan berkomitmen untuk mematuhinya.
20. Memperluas pemahaman tentang seks pranikah di tengah-tengah gereja, dengan mengadakan diskusi lebih lanjut yang dipimpin oleh HKBP AIDS Ministry.
21. Menyediakan layanan konseling dan tes HIV secara sukarela kepada calon pengantin, dengan surat keterangan hasil pemeriksaan yang dapat diakses oleh gereja.
22. Mendorong generasi muda gereja untuk menjadi pelopor dalam penyebaran edukasi HIV & AIDS dan melakukan kegiatan pendidikan dalam lingkungan gereja.
23. Mengimplementasikan kebijakan yang mewajibkan calon pengantin untuk menjalani konseling dan tes HIV sebagai syarat untuk melangsungkan pemberkatan pernikahan.
24. Menyusun panduan konseling pranikah yang mencakup aspek-aspek yang relevan dengan isu HIV & AIDS.
25. Menyampaikan hasil FGD ini kepada Pendeta dan Pimpinan HKBP agar dapat mendapatkan dukungan penuh dalam melaksanakan rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi ini.
Rekomendasi yang dihasilkan dari FGD ini sangat penting untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di Sumatera Utara. Undang-undang tentang Penanggulangan HIV & AIDS serta IMS yang dikeluarkan oleh Pemerintah, seperti yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 23 Tahun 2022, menetapkan tujuan yang jelas dalam mengatasi masalah ini. Hal ini termasuk menurunkan hingga meniadakan infeksi baru HIV dan IMS, menghilangkan stigmatisasi dan diskriminasi, meningkatkan derajat kesehatan individu yang terinfeksi, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh HIV, AIDS, dan IMS.
Selain itu, Peraturan Daerah No. 3 tahun 2022 dari Pemerintah Sumatera Utara yang mewajibkan konseling dan tes HIV bagi calon pengantin adalah langkah yang sangat positif dalam mencegah penularan HIV. Melalui implementasi konseling dan tes HIV bagi calon pengantin, gereja HKBP dapat berperan aktif dalam mendukung program pemerintah untuk mencapai Ending AIDS 2030, terutama dalam mencapai nol infeksi HIV baru pada pasangan suami istri dan bayi.
Sistem di mana pasangan calon pengantin menjalani pemeriksaan kesehatan, termasuk konseling HIV dan tes darah HIV, di layanan kesehatan setempat, dan kemudian mengeluarkan surat keterangan yang akan dibawa ke gereja untuk pemeriksaan pranikah adalah pendekatan yang efektif. Ini membantu memastikan bahwa calon pengantin memiliki pemahaman yang baik tentang status kesehatan mereka sebelum melangsungkan pernikahan.
Rumusan rekomendasi dari FGD ini, yang dibacakan oleh HKBP AIDS Ministry dan diikuti oleh 31 peserta, adalah langkah positif dalam mendukung tujuan pemerintah dalam penanggulangan HIV & AIDS. Semoga implementasi rekomendasi ini dapat memberikan dampak positif dan membantu mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan tersebut. Kegiatan ini diakhiri dengan doa dan foto bersama, menunjukkan komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam upaya ini