PrEP adalah singkatan dari Pr - E xposure P rophylaxis, sebuah strategi pencegahan HIV yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat pada pertengahan Juli 2012. Badan Kesehatan Dunia (WHO), merekomendasikan metode ini, karena kemampuan PrEP yang diklaim efektif mencegah penularan virus HIV hingga 96 persen jika dikonsumsi setiap hari. Cara kerjanya dapat dianalogikan seperti cara kerja pil kontransepsi (KB) untuk perempuan guna mencegah kehamilan. Jadi jika alat kontrasepsi sudah ada di tubuh wanita saat ia terkena air mani saat berhubungan seks, kemungkinannya untuk hamil jauh lebih kecil .
Sebenarnya telah tersedia beberapa metode pencegahan HIV, seperti penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seks. Namun realita yang terjadi, penggunaan kondom tidak selalu efektif hal ini dipengaruhi oleh stigma yang berkembang dimasyarakat mengenai tabunya seks. Sehingga masyarakat yang sudah aktif secara seksual, enggan membeli kondom di toko yang tersedia, meski ketersediaan kondom di Indonesia dan di dunia cukup. Maka dari itu, PrEP dinilai amat efektif dikonsumsi dan mencegah penularan HIV. Dilansir dari laman Tirto.Id, penggunaan PrEP oleh populasi kunci, ODHA serta pesangan diskordan di Thailand, telah berhasil menurunkan angka infeksi baru serta berhasil menurunkan angka bayi terinfeksi HIV yang mencapai seribu pada tahun 2000, menjadi hanya 85 pada tahun 2015. Afrika, pada Februari 2015, strategi ini telah mengurangi risiko tertular HIV sebesar 96%.
Bagaimana PrEP Mencegah Penyebaran HIV?
Berikut cara kerja PrEP:
• Ketika sel CD4 terinfeksi HIV, mereka membentuk pabrik kecil yang membuat ribuan virus baru setiap hari. HIV lalu masuk melalui mukosa, menginfeksi sel dendritik lalu sel CD4 (komponen dalam sel darah putih). Virus kemudian dibawa kelenjar getah bening, berkembang biak di kelenjar limfa, lalu menyebar ke organ lain seperti otak, limpa, usus hanya dalam hitungan hari karena terbawa aliran darah.
• Obat HIV bekerja dengan menghalangi HIV untuk membuat salinannya dan menekan pertumbuhannya sehingga CD4 meningkat dan sistem kekebalan tubuh kembali pulih. ARV telah menjadi program penanggulangan HIV-AIDS di seluruh dunia karena efektif menekan jumlah HIV sampai ke tingkat yang tidak bisa dideteksi alat deteksi jumlah HIV (HIV Viral Load). Selain itu, ARV juga mencegah pengidap HIV menularkan virusnya kepada orang lain. Artinya, ARV punya dua manfaat, yakni sebagai penyelamat hidup dan pencegah penyebaran.
• PrEP yang dikonsumsi seorang yang HIV-negatif, akan berada di dalam aliran darahnya dan mencegah virus membuat salinan dirinya sendiri (mencegah virus membelah diri), sehingga orang tersebut tidak terinfeksi HIV.
PrEP yang dikonsumsi oleh orang yang berperilaku berisiko dan telah melakukan test HIV adalah ARV jenis Truvada. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, sejak Juli 2012, telah menyetujui penggunaan harian Truvada (tenofovir disoproxil fumarate plus emtricitabine, atau TDF / FTC) sebagai PrEP untuk orang dewasa yang aktif secara seksual yang berisiko tertular HIV. Truvada sering digunakan sebagai bagian dari pengobatan kombinasi obat untuk HIV. Beberapa uji klinis telah menunjukkan bahwa menggunakan Truvada sebagai PrEP oral (satu pil melalui mulut setiap hari) menurunkan risiko tertular HIV dari seks lebih dari 90%. Risiko itu berkurang lebih dari 70% di antara orang-orang yang menyuntikkan narkoba. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian di Afrika bagian selatan tidak menemukan PrEP oral atau topikal efektif dalam mencegah penularan HIV kepada perempuan.
Agar PrEP bekerja efektif, penggunaanya harus dilakukan dengan benar dan konsisten. Hal ini berlaku untuk kondom dan juga untuk PrEP. Kunci keberhasilan PrEP adalah kepatuhan, artinnya PrEP dikonsumsi sebagaimana diresepkan, biasanya diminum setiap hari sesuai resep. Dalam banyak penelitian, orang yang patuh menggunakan PrEP, lebih kecil kemungkinannya untuk tertular HIV ketika terpajan virus saat berhubungan seks atau menggunakan narkoba suntikan.
Panduan CDC dan WHO untuk Penggunaan PrEP
Saat ini PrEP belum tersedia di Indonesia, oleh karena persoalan ketersediaan dana dan kesiapan fasilitas kesehatan di Indonesia serta kesiapan petugas kesehatan sendiri. Stigma dan diskriminasi kepada kelompok berisiko selalu menjadi hambatan terbesar bagi populasi kunci untuk melakuka pencegahan sejak dini. Disinilah kita harus berperan, dalam rangka memberikan edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan untuk tidak menghakimi, memberi stigma dan diskriminasi dengan menerima perbedaan-perbedaan tiap umat manusia. Sikap menghakimi, mengucilkan, mendiskriminasi akan membuat populasi kunci enggan melakukan pengobatan, pencegahan dan perawatan, sehingga mereka akan lebih mudah menularkan kepada yang lain, hal ini akan meningkatkan angka infeksi baru.
Oleh sebab itu, seorang pendamping harus belajar menerima orang lain dengan berbagai perbedaan orientasi seks yang berbeda dan pekerjaan mereka. Tanpa belaskasih, penerimaan, serta cinta kasih, kita hanya akan menghambat kelompok berisiko untuk mendapatkan akses pengobatan dan perawatan. Perbedaan-perbedaan tersebut bukan serta merta memberikan kita hak untuk menghakimi, mendiskriminasi dan memberi stigma kepada sesama manusia. Sebagai konselor HIV atau pendamping ODHA, peranan kita adalah memberikan edukasi terkait infeksi menular seksual, HIV serta PrEP dan pengobatan HIV kepada kelompok berisiko. Hal ini akan membantu mereka menjaga diri dan menjaga orang lain, sehingga angka infeksi baru menurun dan jumlah anak positif HIV dari ibu juga menurun.
Sumber :
https://tirto.id/prep-masuk-indonesia-siapkah-kita-ekzf
https://www.thewellproject.org/hiv-information/prep-women